RADAR MADE IN INDONESIA IDE GAGASAN JOKOWI DALAM PROYEK TOL LAUT
TUKANG BECAK - Gagasan tol laut yang didengungkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla rencananya diimplementasikan di pemerintahan mereka. Menyambut gagasan itu, sejumlah kaum cerdik pandai dalam bidang teknologi telah merancang radar untuk mendukung tol laut.
Teknologi perangkat radar bernama Vessel Traffic Services (VTS) ini dipamerkan di gelaran 'Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan' yang diprakarsai relawan Jokowi JK, Relawan Jalan Keluar 2 (RJK2) di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/9/2014).
Selama ini, teknologi sistem radar yang digunakan di Indonesia memakai peralatan produksi luar negeri. Kini perusahaan swasta yang berbasis di Jakarta bernama 'Solusi 247' sudah siap menerapkan radar buatan mereka untuk sistem navigasi tol laut.
"Teknologi kita siap diterapkan di pemerintahan baru," kata Konsultan Teknologi Radar dari Solusi 247, Andaya Lestari, di lokasi.
Andaya merupakan doktor spesialis radar lulusan TU Delf, Belanda. Dirinya memimpin para teknisi radar dari lulusan universitas-universitas terkemuka dalam negeri, seperti ITB, UI, dan ITS.
Teknologi radar pengawas buatannya adalah Radar Surveillance, bentuknya mirip kotak yang berputar-putar. Alat ini 90 persen komponennya juga merupakan karya anak bangsa, berikut sekrup-sekrupnya. Riset sudah dimulai dari 2006.
"Kelebihan dari radar ini dibanding radar buatan luar negeri yakni powernya rendah, kurang dari 2 Watt, tapi dengan resolusi tinggi. Dia sangat cocok untuk pengawasan pelabuhan. Bahkan kapal kayu, bagan, dan pergerakan tipis akan tertangkap juga," kata Chief Executive Officer Solusi 247 Beno K Pradekso.
Alat kedua, yang berupa kotak dengan antena silinder di atasnya, bernama Radio Direction Finder. Alat ini masih menggunakan antena dari Tiongkok. Namun desain dan softwarenya murni buatan Indonesia. Fungsinya untuk menangkap deteksi radar.
Perangkat yang terhubung dengan layar monitor ini bisa digunakan untuk memantau lalu lintas tol laut berikut navigasi di pelabuhan agar kapal-kapal tidak saling bertabrakan. Sistem ini dianalogikan Beno mirip ATC dalam mekanisme lalu lintas penerbangan.
"Yang kita lakukan sekarang adalah membuat prototype dan demonstrator siap produksi. Kami siap produksi. Yang dibutuhkan sekarang adalah pemerintah supaya alat-alat yang dikerjakan anak-anak bangsa ini dipakai," ujar Beno.
Investasi yang dipakai untuk riset ini berkisar Rp 14 miliar. Perusahaan ini sempat menerima bantuan dari Kemenristek tahun 2011-2013 sebesar Rp 300 juta. Alat-alat ini akan lebih murah dibandingkan harga alat buatan Jepang atau Tiongkok seperti yang selama ini digunakan.
Untuk alat Radio Direction Finder, harga yang diperkirakan akan lebih murah apabila diproduksi massal. Selama ini peralatan semacam ini dibeli dari luar negeri seharga hingga Rp 1 miliar.
Untuk Radar Surveillance buatan dalam negeri ini, harganya berkisar Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar untuk kepentingan pelabuhan, dan seharga Rp 7 miliar untuk kepentingan militer. Jika radar semacam ini dibeli dari Jepang atau Tiongkok, harganya bisa dua kali lipatnya. detik.com

TUKANG BECAK - Gagasan tol laut yang didengungkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla rencananya diimplementasikan di pemerintahan mereka. Menyambut gagasan itu, sejumlah kaum cerdik pandai dalam bidang teknologi telah merancang radar untuk mendukung tol laut.
Teknologi perangkat radar bernama Vessel Traffic Services (VTS) ini dipamerkan di gelaran 'Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan' yang diprakarsai relawan Jokowi JK, Relawan Jalan Keluar 2 (RJK2) di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/9/2014).
Selama ini, teknologi sistem radar yang digunakan di Indonesia memakai peralatan produksi luar negeri. Kini perusahaan swasta yang berbasis di Jakarta bernama 'Solusi 247' sudah siap menerapkan radar buatan mereka untuk sistem navigasi tol laut.
"Teknologi kita siap diterapkan di pemerintahan baru," kata Konsultan Teknologi Radar dari Solusi 247, Andaya Lestari, di lokasi.
Andaya merupakan doktor spesialis radar lulusan TU Delf, Belanda. Dirinya memimpin para teknisi radar dari lulusan universitas-universitas terkemuka dalam negeri, seperti ITB, UI, dan ITS.
Teknologi radar pengawas buatannya adalah Radar Surveillance, bentuknya mirip kotak yang berputar-putar. Alat ini 90 persen komponennya juga merupakan karya anak bangsa, berikut sekrup-sekrupnya. Riset sudah dimulai dari 2006.
"Kelebihan dari radar ini dibanding radar buatan luar negeri yakni powernya rendah, kurang dari 2 Watt, tapi dengan resolusi tinggi. Dia sangat cocok untuk pengawasan pelabuhan. Bahkan kapal kayu, bagan, dan pergerakan tipis akan tertangkap juga," kata Chief Executive Officer Solusi 247 Beno K Pradekso.
Alat kedua, yang berupa kotak dengan antena silinder di atasnya, bernama Radio Direction Finder. Alat ini masih menggunakan antena dari Tiongkok. Namun desain dan softwarenya murni buatan Indonesia. Fungsinya untuk menangkap deteksi radar.
Perangkat yang terhubung dengan layar monitor ini bisa digunakan untuk memantau lalu lintas tol laut berikut navigasi di pelabuhan agar kapal-kapal tidak saling bertabrakan. Sistem ini dianalogikan Beno mirip ATC dalam mekanisme lalu lintas penerbangan.
"Yang kita lakukan sekarang adalah membuat prototype dan demonstrator siap produksi. Kami siap produksi. Yang dibutuhkan sekarang adalah pemerintah supaya alat-alat yang dikerjakan anak-anak bangsa ini dipakai," ujar Beno.
Investasi yang dipakai untuk riset ini berkisar Rp 14 miliar. Perusahaan ini sempat menerima bantuan dari Kemenristek tahun 2011-2013 sebesar Rp 300 juta. Alat-alat ini akan lebih murah dibandingkan harga alat buatan Jepang atau Tiongkok seperti yang selama ini digunakan.
Untuk alat Radio Direction Finder, harga yang diperkirakan akan lebih murah apabila diproduksi massal. Selama ini peralatan semacam ini dibeli dari luar negeri seharga hingga Rp 1 miliar.
Untuk Radar Surveillance buatan dalam negeri ini, harganya berkisar Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar untuk kepentingan pelabuhan, dan seharga Rp 7 miliar untuk kepentingan militer. Jika radar semacam ini dibeli dari Jepang atau Tiongkok, harganya bisa dua kali lipatnya. detik.com